HMTI UIN SuKa Hadiri Kongres Nasional IMTII

Organisasi Mahasiswa tertinggi tingkat program studi di Teknik Industri yaitu Himpunan Mahasiswa Program Studi Teknik Industri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hadiri Kongres Nasional Ikata Mahasiswa Teknik Industri Indonesia di Jakarta. Tak ada yang mengira sebuah keharmonisan ketika saling berjabat tangan dengan penuh senyuman keakraban berubah menjadi sebuah kondisi yang sulit terkendali. Jakarta menggoreskan sejarah baru setelah forum tertinggi IMTII 2008 kala itu.

Setelah tercipta kesepakatan dari perundingan awal para Sekretaris Jendral IMTI zona di Universitas Pancasila pada Februari lalu, Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta Selatan terpilih untuk menjadi latar penyelenggaraan forum tertinggi IMTII ke tiga kali ini. Panasnya kongres yang sepanas Ibu Kota seakan memvonis organisator “kalem” untuk bungkam. Minggu, 30 Juli 2017 ISTN mulai didatangi para delegasi dari berbagai wilayah di Tanah Air. Sejak saat itulah keharmonisan terbangun ditengah karakter keras yang relatif mencirikhaskan mahasiswa teknik. Delegasi dari berbagai Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI) se-Indonesia baik delegasi zona maupun delegasi instansi terlihat akrab dan saling mengakrabkan ketika satu per satu datang. Disempatkan mampir di basecamp HMTI ISTN, keharmonisan sangat terlihat dengan keramahan engineer tuan rumah. Percakapan “sok akrab” pun semakin menghangatkan suasana. Mulai dari cerita tentang tanah asal, kehidupan kampus, sampai carut marut birokrasi bahkan kepribadian. Hangatnya jalinan persaudaraan seakan menghapus kekhawatiran dan pikiran negatif yang diperkirakan, menutup pemikiran tentang karakter negatif yang sering terdengar terkait realita Ibu Kota.

Senin, 31 Juli 2017 ialah hari dimana sebuah keadaan menerangkan apa yang menjadi arti dari sebuah kongres, arti dari sebuah musyawarah, arti dari sebuah kekuatan dan arti dari apa yang Indonesia miliki. Hanya dengan kata suasana berubah, hanya dengan kata muncul sebuah kapling-kapling argumentasi. Mahasiswa Teknik Industri semakin menunjukkan kekayaan Indonesia kala itu. Sebuah gagasan meyakinkan dapat menjadi sesuatu tak berarti bagi siapapun yang tak merasa sepaham. Sejak hari itulah, argumen seakan menjadi batu yang saling dilemparkan. Menyakitkan, namun sulit dihancurkan. Kemelut pendapat menjadi pengisi yang mendominasi. Suasana mencekam seakan menggambarkan perang saudara. Perumusan peraturan yang dirumuskan oleh para aktivis yang sulit diatur. Bagitulah pantasnya situasi itu disebut. Diluar dugaan, sebuah perumusan agenda kongres yang hanya sebuah rumusan bahan tak selesai sesuai harapan. Hanya karena perbedaan dapur pemikiran, agenda kongres harus terumuskan setelah dua hari kontroversi dengan sebuah pengorbanan hasil. Satu hasil yang hampir 100% selesai harus dihanguskan hanya karena sebuah perbedaan penafsiran. Ketidakefektifan waktu juga memaksa para delegator untuk mengorbankan tenaga, forum yang berlangsung tidak konsekuen menjadikan rencana hanyalah sebuah hasil, bukan capaian. Bahkan bisa dibilang, ini merupakan forum yang tidak kondusif, efektif, maupun efisien.

Namun sesuai tujuan, akhir dari semua ini ialah sebuah goresan sejarah baru untuk Mahasiswa Teknik Industri Indonesia, sebuah rumusan yang dirumuskan bersama. Sebuah ideologi terlahir kembali disamping garis-garis besar halauan yang harus dipatuhi. Kebersamaan yang sulit terlupakan, sebuah kebanggaan bagi siapapun yang terlibat dalam kegiatan ini. ISTN merupakan saksi bisu bagi 42 peserta yang bersuara, saksi dari keramahtamahan serta kesekongkolan para Mahasiswa “ngeyel”. Hanya dengan hati sebuah arti apa yang terjadi sampai Minggu, 6 Agustus 2017 ini dapat benar-benar dikenang dan dirasakan. Tak pantas disesali walaupun kekecewaan sedikit menyelimuti ketidakpuasan diri.